Sabtu, 18 Desember 2010

Pelayanan Jasa Transportasi

Sarana transportasi tidak dapat lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Baik alat transportasi darat, laut, maupun udara yang sangat berperan dalam menghubungkan daerah satu dengan daerah yang lain yang letaknya berjauhan dan memerlukan waktu tempuh yang lebih lama jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Dengan adanya sarana transportasi sedikit banyak telah memberikan peran penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya, mulai dari bekerja, berkunjung ke sanak saudara, dan beribadah. Dan untuk memperoleh sarana tersebut pasti dibutuhkan biaya baik itu besar atau kecil, semua tergantung dengan alat transportasi apa yang digunakan. Namun apakah biaya yang dikeluarkan itu sebanding dengan pelayanan yang kita terima?. Dan apakah pelayanan itu telah sesuai dengan prinsip moral dan etika yang seharusnya??
Dari pertanyaan diatas mungkin jawaban yang pantas adalah tidak. Kita ambil contoh nyata dari kehidupan sehari-hari. Penggunaan alat transportasi darat, dalam hal ini yang disoroti adalah kereta api. Terutama kereta api kelas bisnis dan kelas ekonomi. Kita mengambil kedua kelas ini karena keduanya paling sering diambil oleh golongan ekonomi menengah kebawah dikarenakan harga tiketnya yang relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan ongkos kendaraan yang lain.
Ditinjau dari pertanyaan pertama apakah biaya yang dikeluarkan itu telah sesuai dengan pelayanan yang kita terima?. Jawaban tidak, diambil karena kenyataan mulai dari aktivitas pertama membeli tiket, petugas loket tidak memikirkan keselamatan pengguna kereta yang lain dengan jalan tetap melayani penjualan tiket padahal kapasitas gerbong sudah penuh dan melebihi batas yang seharusnya ditentukan. Dan ini sangat beresiko menimbulkan resiko yang tidak diinginkan seperti tindakan kriminal dan pelecehan yang dapat saja terjadi dengan memanfaatkan kondisi kereta yang penuh. Kemudian dalam hal pengembalian uang kembalian kepada para pembeli tiket, tiket dengan harga yang tidak bulat misal Rp. 33.500 maka jika kita membeli akan dikenakan harga sebesar Rp. 34.000 atau Rp. 35.000 untuk mempermudah dalam memberikan uang kembalian. Memang uang senilai Rp. 500 sampai dengan Rp. 1.500 tersebut bagi petugas loket mungkin tidak akan memberatkan penumpang, jika diimbangi dengan didapatkannya pelayanan yang memuaskan, namun kenyataan tidak berkata demikian diakibatkan karena petugas loket yang tidak ramah dan asal-asalan dalam melayani calon penumpang. Tindakan ini sangat jelas terjadi dan tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua orang saja, namun hampir dapat dipastikan dilakukan oleh semua petugas penjaga loket. Dan masih saja ada calo yang dapat dengan leluasa mengedarkan tiket yang dibelinya pada pagi hari untuk dijual ketika loket telah menghentikan penjualan tiketnya. Kemudian yang kedua dalam hal pemberangkatan dan waktu seharusnya sampai ditempat tujuan. Mungkin dalam hal kereta datang biasanya tepat waktu, namun pemberangkatannya sering kali molor sampai 15 menit, terkadang juga lebih dari itu. Dan yang lebih parah lagi waktu kedatangan ditempat tujuan seringkali lebih dari beberapa jam dari yang waktu tiba yang tertera ditiket. Jika keterlambatan itu diakibatkan karena ada kecelakaan kereta atau penggantian lokomotif tidak akan menjadikan masalah, namun jika karena berhenti di stasiun lain yang melebihi waktu biasanya yang seharusnya hanya 5 menit tiap stasiun menjadi 15 menit atau lebih. Ini sudah menimbulkan ketidaknyamanan bagi para penumpang. Apalagi jika kereta tersebut kapasitas tiap gerbongnya hampir 1,5 kali dari kapasitas yang ditetapkan, maka tidak heran jika banyak penumpang yang mengeluh karena yang naik dalam kereta tersebut tidak hanya orang dewasa tetapi balita juga.
Sedangkan jika dilihat dari prinsip etika dan moral pelayanan jasa transportasi kereta tersebut sangat jauh dari kata layak. Dari segi etika, dalam penjualan tiket ketika memberikan uang kembalian seharusnya sesuai dengan harga tiket yang dibeli. Karena jika tidak diberikan sesuai dengan jumlah yang seharusnya dapat dikatakan bahwa ini merupakan suatu tindakan korupsi dengan memanfaatkan kesempatan yang ada, padahal tidak hanya puluhan orang yang menggunakan kereta api setiap harinya, namun ribuan. Dapat dibayangkan berapa jumlah yang didapatkan oleh petugas loket tersebut setiap harinya. Tidak masalah jika kelebihan itu digunakan untuk menambah pelayanan yang diberikan, sedangkan dalam kenyataan yang ada tidak ada tambahan pelayanan tersebut. Padahal setiap kegiatan yang sifatnya jasa harus berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi peggunanya. Sehingga pengguna jasa tersebut merasa puas dengan apa yang didapatkanya. Namun itu sepertinya akan menjadi angan-angan saja dengan diberikannya pelayanan yang memadahi dan dapat memberikan kepuasan penggunanya, selagi belum ada kesadaran dari tiap individu yang berusaha untuk memperbaiki moralnya yang dapat dikatakan masih meniru para pendahulunya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar