Senin, 22 November 2010

Hal yang Mempengaruhi Kredibilitas Akuntan

 
Etika profesi Akuntan Publik berfungsi sebagai panduan bagi para Akuntan Publik dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi.  Oleh karena itu, etika profesi ini menjadi sangat urgent  karena etika profesi ini merupakan sarana pengaturan diri (self-regulation), yang sangat menentukan bagi pelaksanaan profesi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntansi ditentukan oleh kepatuhan para akuntan terhadap standar etika yang telah disepakati. Sebaliknya, apabila etika profesi ini dilanggar, maka akuntan publik akan menghasilkan jasa yang berstandar rendah, sehingga kredibilitas akuntan publik diaragukan dan kepercayaan masyarakat hilang. Oleh karena itulah, di bawah ini akan kami jabarkan kasus-kasus dan masalah-masalah yang mungkin dilakukan oleh akuntan publik yang dapat menyebabkan kredibilitas mereka diragukan. 
 

1.      Ketidakindependenan auditor atau akuntan publik.
Kita ketahui bersama bahwa auditor yang profesional wajib bersifat independen dan dalam memberikan opini auditor tidak dipengaruhi oleh siapapun dan oleh apapun.
Kasus mengenai ketidakindependenan auditor ini  dapat kita lihat pada kasus Enron dan KAP Anderson. Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan. Sejarah mencatat bahwa Enron telah melakukan manipulasi terhadap laporan keuangannya dengan berkonspirasi dengan KAP Anderson. Konspirasi ini terutama terjadi karena ketidakindependenan KAP Anderson terhadap Enron, kliennya. Berikut adalah bukti ketidakindependenan tersebut.
a.      Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan.
b.      Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c.       Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
Dari kasus tersebut bisa kami simpulkan bahwa Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Mungkin saja pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Dalam kasus ini, syarat utama auditor profesional, yaitu “INDEPENDENSI” tidak dilakukan oleh KAP Arthur Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai kehancuran dimana Enron bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar sedangakn KAP Arthur Andersen sendiri kehilangan keindependensiannya, kredibilitas dan kepercayaan dari masyarakat terhadap KAP tersebut, juga berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP Arthur Andersen dimana mereka menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan akibat kasus ini. Hal ini tidak berlebihan karena auditor independen dibutuhkan  menjamin kredibilitas informasi yang dilaporkan oleh pihak manajemen.
2.      Auditor gagal mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan yang disajikan oleh klien yang diaudit.
Hal ini dapat disebabkan karena kekurangcermatan serta kurangnya kompetensi auditor dalam mengaudit laporan keuangan kliennya.
Contoh kasus nyata yang terjadi adalah seperti yang terjadi pada PT KIMIA FARMA pada tahun 2002. milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mu`stofa (HTM).
Akan tetapi, Kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi.
Jadi, pada kasus ini, manajemen PT. KIMIA FARMA terbukti menyalahi etika dalam pelaporan keuangannya karena telah melakukan fraud, sedangkan auditornya (HTM) kurang profesional karena tidak sanggup mendeteksi adanya fraud yang dilakukan kliennya sehingga tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT KIMIA FARMA, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP dan tidak terlibat dalam fraud tersebut. Oleh karena itu, PT KIMIA FARMA didenda besar Rp 500 juta, direksi lama PT KIMIA FARMA terkena denda Rp 1 miliar, serta HTM yang selaku auditor didenda sebesar 100 juta rupiah yang otomatis juga akan menurunkan kredibilitasnya sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional.

3.      Akuntan publik atau auditor membuka atau bahkan memperdagangkan rahasia perusahaan yang menjadi kliennya.
Etika profesi seorang akuntan publik salah satunya adalah menyimpan segala rahasia perusahaan yang menjadi kliennya. Rahasia tersebut dapat meliputi rincian biaya untuk cost efficiency, strategi perusahaan atau bahkan komposisi produk perusahaan tertentu. Jadi, apabila terjadi kebocoran informasi perusahaan klien oleh auditor eksternalnya, maka auditor tersebut dapat dituntut.
Kasus ini mungkin saja terjadi pada kehidupan nyata. Sebagai contoh, misalnya perusahaan A menunjuk KAP X untuk menjadi auditor sekaligus konsultannya, kemudian ada perusahaan B yang merupkan kompetitor perusahaan B juga berklien dengan KAP X. Kemudian yang terjadi adalah akuntan publik yang tergabung dalam KAP X tersebut “menjual” informasi rahasia mengenai perusahaan A kepada perusahaan B, kompetitornya. Akuntan publik tersebut berarti telah melanggar etika profesi sebagai akuntan publik yang harus mejaga kerahasiaan klien. Apabila perilaku akuntan ini terbongkar, maka yang terjadi adalah klien-klien KAP X menganggap bahwa KAP X tidak memilik kredibilitas sehingga klien-klien tersebut dapat saja memutuskan hubungan dengannya. Atau dengan kata lain, KAP tersebut melanggar prinsip keenam dari Etika Ikatan Akuntan Indonesia, yaitu prinsip “Kerahasiaan”.


4.      Auditor menerima suap atau Uang Sogok atau Uang pelicin
Bukan hal yang aneh membicarakn suap di Indonesia. Sekarang ini banyak sekali kasus suap yang terjadi di Indonesia karena birokrasi pemerintahan yang dirasa sangatlah sulit dan bertele tele maka banyak orang melakukan suap untuk mempermudah segala sesuatu yang ingin diacapainya. setiap profesi memiliki risiko untuk terjebak ke dalam dunia suap menyuap.
Bagi seorang akuntan hal ini sangatlah rentan karena terkadang pihak – pihak yang menggunakan jasa akuntan merasa membutuhkan jalan pintas agar jasa akuntan yang dia bayar akan menjadi lancar misalnya:
a.      Contoh kasus penggelapan pajak :
Banyak perusahaan yang tidak rela untuk membayar pajak. Biasanya mereka menyewa jasa seorang akuntan publik untuk membuat laporan keuangan, mengaudit dan konsultasi masalah pajak. Misalnya sebuah perusahaan telah membuat laporan keuangan yang didalamnya terdapat unsure – unsur menggelapkan pajak di bawah ini :
·   Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
·   Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
·   Transaksi export fiktif,
·   Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
Dalam hal ini seorang akuntan yang bertugas   menerima suap dari perusahaan sehingga  hasil yang dia laporkan menjadi tidak akurat dan tidak handal padahal jelas – jelas laporan tersebut tidak sesuai standar tetapi dilaporkan Wajar.
Praktik seperti ini tidak etis karena mengelabuhi pemakai laporan keuangan dan laporan keuangan tersebut tidak disajikan dalam Standar Akuntansi yang berlaku umum. Kasus ini membuka peluang bagi perusahaan dituduh melakukan kecurangan dalam melaporkan kinerjanya.
Hal seperti ini tidak dibenarkan karena jelas-jelas melanggar prinsip etika tanggung jawab profesi karena hasil yang dia laporkan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akurat dan tidak memenuhi syarat.
b.      Manipulasi laporan Keuangan
Manipulasi laporan keuangan ini dimaksudkan untuk mempercantik laporan keuangan perusahaan yang menjadi klien dari Kantor Akuntan Publik. Manipulasi ini biasanya dilakukan oleh manajemen perusahaan yang ‘nakal’ dan melakukan permainan dalam angka-angka atau item-item dalam laporan keuangan. Sebagai contohnya adalah yang terjadi pada Enron dan KAP Arthur Andersen. Enron memanipulasi laporan keuangannya sehingga menampilkan laba yang tinggi, padahal keadaan yang sebenarnya adalah menanggung kerugian cukup besar. Hal ini secara detail telah kami ungkapkan di atas. Namun yang kami soroti disini adalah tentang SUAP yang dilakukan Enron kepada KAP Arthur Andersen sehingga mau membantu menutupi fraud Enron. Hal ini selain tidak etis,  juga melanggar prinsip Integritas yang menjadi etika profesi Akuntan publik.
5.      Adanya Benturan Kepentingan
Seorang akuntan kemungkinan akan menghadapi benturan – benturan kepentingan  antara lain sebagai berikut :
a.      Kepentingan akuntan berbenturan dengan kepentingan klien
Dalam hal ini seorang akuntan dibayar untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan suatu perusahaan  Dimana pertimbangan para akuntan  harus digunakan untuk mengambil  keputusan demi kepentingan kliennya. Benturan kepentingan terjadi ketika pertimbangan tersebut digunakan untuk dapat memperoleh keuntungan pribadi dan mengorbankan kepentingan klien yang harus dilayaninya. Hal ini akan menurunkan kualitas laporan  yang dihasilkan oleh akuntan tersebut
b.      Kepentingan akuntan dan klien berbenturan dengan klien yang lain
Dalam hal ini akuntan terlalu terlibat dalam salah satu perusahaan klien sehingga mengurangi objektivitas laporan keuangan yang ia audit sehingga cenderung subjektif dalam menilai laporan perusahaan
c.       Kepentingan klien yang satu diutamakan daripada kepentingan klien yang lain
Akuntan tersebut tidak adil dalam melayani para kliennya. Dalam hal ini ada sangkut pautnya dengan masalah suap, biasanya karena salah satu klien tersebut memberikan uang lebih  kepada akuntan. Hal seperti ini akan sangat merugikan salah satu pihak saat 2 pihak klien tersebut mempunyai kepentingan yang saling bersaing, hal ini juga berkaitan dengan hal membocorkan informasi  yang amat sangat merugikan salah satu pihak.
Benturan kepentingan seperti di atas tidak dapat dihindari dalam kehidupan sekarang ini. Seorang akuntan dituntut untuk dapat mengelola benturan – benturan kepentingan pada dirinya secara professional sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam kasus tersebut.  Seorang akuntan harus mampu mempertanggungjawabkan pekerjaan yang diembannya tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak.

 6. Hasil audit yang dikemukakan diragukan
Hal ini berarti tidak adanya kepercayaan publik terhadap hasil audit yang dihasilkan dari proses pemeriksaan atau dapat dikatakan rendah. Padahal setiap akuntan publik harus dapat memenuhi tanggungjawab profesinya untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, dimana integritas profesi sebagai akuntan publik merupakan prinsip yang harus melekat dalam tiap individu yang menjadi seorang akuntan.

7. Auditor  tidak profesional
Contoh kasusnya yang terjadi adalah seperti ketika diadakan pemeriksaan pada hasil audit dana kampanye calon persiden dan wakil presiden yang dilakukan oleh BPK dengan menunjuk beberapa KAP yang bertugas untuk menganalisa laporan dana kampanye yang disampaikan kepada BPK. Para auditor ini dikatakan tidak independen dan tidak profesional karena mereka secara tidak langsung perna berasal dari anggota partai yang sedang diperiksa laporan dana pemilu. Untuk menjadi seorang akuntan publik yang dapat dipercaya hasil pemeriksaan terhadap laporan yang ditanganinya maka harus sebagai akuntan publik yang independen baik independen dalam fakta maupun dalam penampilan dan tetap harus menjaga integritas dan objektivitasnya yang bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material yang diketahuinya atau mengalihkan pertimbangannya kepada pihak lain. Oleh karena itu ketiga syarat  ini  harus dipenuhi agar seorang akuntan publik dapat disebut dengan akuntan publik yang profesional dengan pekerjaannya tanpa berpihak kepada pihak lain dalam mengungkapkan pendapatnya atas hasil laporan keuangan yang diperiksanya.

8. Hasil laporan yang dihasilkan tidak kredibel
seorang akuntan publik dapat dikatakan kredibel jika hasil atas pemeriksaanya dapat diterima dan dipercaya oleh pihak yang membutuhkan. Selama laporan tersebut masih terdapat hal-hal yang janggal dan tidak diungkapkan oleh akuntan maka akuntan ini dapat dianggap sebagai akuntan yang tidak patuh terhadap etika yang telah ditetapkan oleh IAI. Maka izin sebagai akuntan publik yang diperoleh selayaknya statusnya dipertanyakan diperoleh dari mana. Padahal untuk menjadi seprang akuntan publik harus dapat memenuhi syarat-syarta yang diberikan agar dapat memperoleh Nomor Ijin Akuntan Publik (NIAP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar